Oleh : Prijanto Rabbani
Presiden petahana Turkiye Recep Tayyip Erdogan kembali mengamankan lima tahun masa jabatannya setelah menang dalam Pemilu putaran kedua pada hari Minggu (28/05/2023).
Erdogan berhasil mengalahkan pesaingnya Kemal Kilicdaroglu setelah meraup 52,14% berbanding 47,88% suara. Presiden Turkiye itu mendeklarasikan kemenangannya di depan para pendukungnya dan mengatakan bahwa rakyat telah memberinya tanggung jawab untuk kembali memerintah selama lima tahun ke depan.
Kemenangan tersebut membuat Erdogan menjadi percaya diri untuk menapaki periode ketiga kepresidenannya. Sebelum pilpres digelar, pemerintahannya dikritik keras karena tingginya inflasi dan respon atas gempa bumi yang dinilai kurang optimal.
Kemenangan ini juga memberi kekuatan baru bagi Erdogan untuk mengelola Turkiye dan memainkan peran di kancah regional maupun global, serta berjanji akan bekerja keras untuk membawa Turkiye lebih maju lagi dan menapaki era yang disebutnya sebagai “Abad Turkiye”.
Konsekuensi dari kemenangan Erdogan tidak hanya terbatas pada Turkiye. Ini akan memiliki konsekuensi internasional, termasuk bagi Barat, dalam hal ini NATO dan juga Rusia.
Tidak seperti anggota aliansi lainnya, Turkiye berusaha keras untuk menjalin hubungan dekat dengan Rusia. Pada 2017, Ankara setuju untuk membeli sistem pertahanan rudal S-400 dari Moskow.
Sementara sebagian besar negara lain telah memberikan sanksi kepada Rusia setelah invasi besar-besaran ke Ukraina, Turkiye terus melakukan bisnis dengan Moskow. Dalam wawancara baru-baru ini dengan CNN International, Erdogan bahkan menggembar-gemborkan hubungan khususnya dengan Presiden Vladimir Putin.
“Anda akan melihat penguatan hubungan (Erdogan-Putin) itu lebih jauh,” kata penulis Erdogan War: A Strongman’s Struggle at Home and in Syria, Gonul Tol.
Erdogan juga telah mengarahkan kembali Ankara sebagai kekuatan dunia. Hal itu Erdogan lakukan agar Turkiye mendapatkan keuntungan secara geopolitik.
“Erdogan ingin melihat kelahiran Kesultanan Turkiye, keyakinan bahwa Turkiye ditakdirkan untuk menjadi hegemon, secara regional, tetapi juga kekuatan global di abad ke-21,” kata Asli Aydintasbas, peneliti tamu di Brookings Institution, sebagaimana dilansir Vox.
Erdogan menggunakan visi nasionalistik ini untuk keuntungan politik di dalam negeri. Bagi Erdogan, diungkapkan Sibel Oktay, profesor ilmu politik di University of Illinois Springfield, “kebijakan luar negeri bukan hanya tentang memprioritaskan keamanan nasional, tetapi juga memastikan bahwa apa pun yang Erdogan lakukan di domain asing akan memperkuatnya.”
Dalam sektor keamanan, Erdogan berhasil membangun industri pertahanan seperti lahirnya Bayraktar drone pengintai perang, Kızılelma dan Kan jet tempur tanpa awak dan yang terakhir kapal induk TCG Anadolu. Sementara disektor infrastruktur Erdogan telah berhasil menyatukan seluruh Turkiye dengan jalan tol dan jalur kereta cepat. Sikap Erdogan yang berani untuk berdiri sama tegak dan duduk sama rendah bersama pemimpin dunia juga menjadi kredit sendiri bagi orang Turkiye. Mereka kemudian menjulukinya dengan Dunya Lideri (pemimpin dunia).
Catatan Akhir
Itulah beberapa gambaran “gebrakan” yang telah, sedang, dan akan dilakukan Erdogan. Tentu akan semakin menarik untuk terus diikuti dan diamati gebrakan-gebrakan lainnya guna mewujudkan janjinya membawa Turkiye pada Abad Turkiye.
Prijanto Rabbani
Director Centre for Strategic and Policy Studies
Wakil Ketua ICMI Kota Batam